Oleh: Armand Rambah
Judul kegiatan yang dibuat oleh
pihak panitia di atas, sekaligus menandai bentuk kegiatan yang juga dapat menimbulkan
berbagai pertanyaan. Misalnya, apakah yang dimaksud dengan musik Propinsi Riau
itu? Adakah musik Propinsi Riau itu? Lalu, bagaimanakah bentuk musik Propinsi
Riau itu? Tentu beberapa pertanyaan lainnya dapat disebutkan dalam konteks yang
sama.
Namun dalam hal ini, dapatlah
dipahami agaknya maksud dari judul kegiatan yang dibuat oleh pihak
penyelenggara adalah musik yang ada di berbagai daerah yang ada di Propinsi
Riau ini. Sebut saja misalnya musik zapin, gondang burogong dan lain
sebagainya. Agar tidak memunculkan berbagai pertanyaan, sebaiknya judul di atas
dipahami menjadi “Pembinaan Musik-Musik Daerah di Propinsi Riau”.
Sudah kali ke sekian pembinaan
musik dilakukan di Propinsi Riau ini dengan judul ataupun tema yang berbeda,
namun substansinya sama. Kegiatan yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif ini, diselenggarakan pada tanggal 11 sampai dengan 13 Mei
2015 di salah satu hotel berbintang yang ada di kota Pekanbaru. Pada intinya,
kegiatan ini dapatlah dikatakan semacam bengkel (workshop) seni musik yang telah berkali-kali juga sudah dilakukan
oleh berbagai dinas terkait.
Untuk kegiatan ini pihak
penyelenggara menghadirkan lima orang pemateri di mana dua orang dari Institut
Kesenian Jakarta, satu orang dari Institut Seni Indonesia Padangpanjang dan dua
orang lagi merupakan pemateri tempatan. Di mana penulis salah satu dari dua
orang pemateri tempatan tersebut yang mewakili institusi Akademi Kesenian
Melayu Riau (AKMR).
Selain pemateri, panitia juga
mendatangkan peserta dari berbagai daerah yang ada di Propinsi Riau ini, akan
tetapi tidak semua kabupaten/kota yang ada di Pripinsi Riau ini diikut sertakan
dalam kegiatan kali ini. Barangkali disebabkan oleh persoalan pendanaan yang
tidak cukup untuk mengakomodir seluruh kabupataen/kota yang ada. Hanya tujuh
delegasi saja yang dihadirkan, di antaranya Kabupaten Siak, Bengkalis,
Kepulauan Meranti, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Kuantan Singingi dan Kota
Pekanbaru. Kecuali utusan Pekanbaru yang jumlahnya 20 orang, yang merupakan
mahasiswa program studi musik dari Akademi Kesenian Melayu Riau (AKMR) yang
sengaja diundang oleh pihak panitia, maka peserta dari kabupaten sebagaimana
yang telah disebutkan hanya diminta sebanyak lima orang saja.
Hari pertama kegiatan ini,
tepatnya pada malam hari, para pemateri melakukan pembekalan sekaligus
menentukan arah dari orientasi karya yang akan dibuat nantinya. Walaupun bila
dilihat dari peserta yang ikut, rata-rata semuanya sudah memiliki pengetahuan
dan bahkan sudah melakukan bagaimana menciptakan suatu komposisi musik. Baik
itu secara akademik maupun otodidak.
Namun satu hal yang pasti, para
peserta sudah dapat dikatakan mahir di dalam memainkan instrumen yang menjadi
pegangannya. Inilah yang sangat membantu dari proses pengkaryaan yang dilakukan
oleh para peserta workshop musik
tersebut. Tentu saja kekurangan di sana-sini masih terlihat, hal ini
dikarenakan berbagai hal yang terkadang luput dari perencanaan. Di samping
kekurangan yang ada, tentulah manfaat juga didapat oleh para peserta yaitu dalam
hal konsepsi-konsepsi lain dalam dunia penciptaan karya musik dari berbagai
pemateri. Walaupun ada wacana yang baru, namun masih ada juga wacana yang
barangkali bisa dikatakan sudah usang yang dipaparkan oleh para pemateri
tersebut.
Mengingat waktu pelaksanaan yang
begitu singkat, tentu tidaklah bijak bilamana kita berharap terlalu berlebih
dari capaian kegiatan ini. Malam pertama, baru pada hal perencanaan,
dilanjutkan hari kedua sampai dengan malamnya proses penggarapan dan pada hari
ketiga paginya kegiatan ini ditutup. Jadi bila dikalkulasikan jamnya, maka
tidak lebih dari dua belas jam saja para peserta melakukan proses penggarapan
karya musik, yang harus mereka tampilkan pada saat acara penutupan kegiatan.
Walaupun waktu sesingkat itu,
namun karya yang ditampilkan oleh para peserta tidaklah terlalu mengecewakan.
Hal ini dikarenakan para peserta tersebut sebagaimana yang telah dijelaskan di
atas, adalah merupakan orang-orang (seniman musik) pilihan dari setiap daerah
yang diundang. Tinggal saja pengembangan dari beberapa aspek musikal masih
kurang tereksplor sebagaimana mestinya. Misalkan aspek melodi, ritme dan
harmoninya. Tentu waktu menjadi penyebab utama dari persoalan ini.
Munculnya komposer-komposer baru
dari dunia musik yang ada di tanah Melayu ini, adalah harapan dari diselenggarakannya
kegiatan ini. Namun perlu dicermati dan diperhatikan lagi bagi dinas terkait
sebagai pihak penyelenggara, mestilah secara konsep dan pelaksanaan lebih
tertata lagi. Misalnya saja perlu ada tujuan yang mencerdaskan dan jangan
terkesan hanya sekedar menghabiskan dana yang notabene adalah uang rakyat. Sebagaimana
hal ini disampaikan oleh salah seorang Kepala Bidang di dalam pidato
penutupannya. Hal lain juga yang perlu mendapatkan perhatian adalah perlunya
keberlangsungan dari kegiatan ini, agar substansinya tidak hanya sekedar
menjalankan rutinitas semata. Akan tetapi sebagai dinas terkait yang
berkewajiban untuk melestarikan dan meyebarluaskan seni budaya menjadi
bertanggungjawab sesuai dengan tupoksinya. Dengan demikian, evolusi dari seni
budaya Melayu Riau ini, senantiasa bermetamerfosis mengikuti zamannya (up to date).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar