Oleh:
Armand Rambah
Sempena peringatan hari
pendidikan nasional (hardiknas) 2012, dinas pendidikan kota madya Pekanbaru
menaja helat Festival Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) yang sesungguhnya dilaksanakan
selama 8 hari terhitung mulai dari tanggal 23 sampai dengan 30 April 2012.
Salah satu cabang seni yang diperlombakan adalah lomba musik tradisional tingkat
SD dan SMP, yang dilaksanakan pada hari Kamis 26 April 2012. Substansi tematik
garapan dari lomba musik tradisional ini adalah diwajibkan bagi peserta lomba
untuk dapat membuat komposisi musik yang mengangkat idiom-idiom lokal sebagai materi
pokok dari eksplorasi garapan musik mereka. Walaupun dalam hal ini panitia
tidak mensyaratkan idiom lokal yang harus diangkat hanyalah berasal dari budaya
tempatan saja, yang dalam hal ini budaya musik tradisional Melayu Riau, namun
boleh juga berpijak dari budaya musik tradisional daerah lainnya. Di sinilah kreatifitas
seorang komposer sangatlah dituntut dalam meramu material bunyi untuk dijadikan
komposisi musik yang secara implisit diharapkan dapat mengangkat kekayaan lokal
tersebut. Sesungguhnya harapan yang dianjungkan pada helat ini sangatlah mulia
adanya, baik bagi eksistensi peserta didik maupun musik tradisional itu sendiri.
Hampir seluruh
percabangan seni dilombakan mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten/kota dan
provinsi untuk selanjutnya dilombakan lagi di tingkat nasional. Penyelenggaraan
di tingkat nasional dilakukan secara bergilir di seluruh provinsi yang ada di
Indonesia ini. Untuk tahun ini, konon khabarnya akan diadakan di Mataram
sebagai tuan rumah perhelatan FLS2N 2012 ini. Namun ada bedanya untuk lomba
tahun 2012 ini, di mana beberapa percabangan lomba tidak dilombakan lagi di
tingkat nasional. Salah satu di antaranya adalah bidang lomba musik
tradisional. Tentu tidak konteksnya pada tulisan ini untuk memaparkan apa
alasan pihak yang berkompeten tidak memasukkan bidang lomba ini untuk diperlombakan
di tingkat nasional. Padahal, lomba musik tradisional ini sama seperti lomba
lainnya juga merupakan agenda turunan dari tingkat nasional yang kurang lebih
sudah diselenggarakan selama 10 tahun lamanya. Imbas dari kebijakan ini tentu menjadi
persoalan bila dikaitkan dengan keberadaan dari local genius itu sendiri. Bukankah salah satu tempat yang
representatif untuk mengenalkan seni dan budaya itu adalah pada peserta didik
baik itu tingkat dasar, menengah maupun atas?
Ada hal yang lebih
mengherankan lagi, ternyata bidang lomba ini juga tidak diadakan di tingkat
provinsi. Apa alasannya kok ikut-ikutan dengan kebijakan nasional yang barangkali
tidak bisa mengakomodir kepentingan lokal dari setiap daerah. Dinas pendidikan
provinsi tidak hanya sebagai
perpanjangan tangan dari tingkat pusat, namun juga perlu memikirkan suatu
kebijakan yang tidak mematikan kearifan lokal yang menjadi karakteristik dari
masing-masing daerah. Bagi peserta didik, barangkali tidak banyak wadah yang
dapat menampung kreativitas mereka dalam berkesenian. Berbeda halnya dengan
para seniman yang mungkin banyak waktu bagi mereka untuk mengaktualisasikan
dirinya. Realitas yang terjadi hanya tiga grup yang tampil untuk mengikuti
lomba musik tradisional tersebut. Pemicu dari semua ini tentulah salah satunya
tidak tersedianya jenjang prestasi yang lebih tinggi lagi, dalam hal ini
tingkat nasional, yang sudah ditiadakan. Intinya dalam konteks ini perlu
mendapat perhatian bagi dinas pendidikan provinsi yang salah satu perannya
membina dan melestarikan kearifan lokal tersebut.
Persoalan sebagaimana
yang dipaparkan di atas, syukurnya tidak terjadi pada tingkat kota madya
Pekanbaru di mana pihak penyelenggaranya adalah dinas pendidikan kota
Pekanbaru. Instansi ini masih konsisten mau menyelenggarakan bidang lomba yang
berbasis muatan lokal tersebut. Sebut seja misalnya lomba baca syair, rebana,
musik tradisional dan busana Melayu. Inilah salah satu bentuk manifestasi sikap
konsisten dalam rangka membina dan melestarikan seni budaya lokal bagi perserta
didik. Tentunya diharapkan dinas pendidikan kota madya Pekanbaru tetap
berkomitmren untuk melaksanakan lomba seni budaya lokal tersebut.
Akhirnya, apresiasi
untuk pihak penyelenggara tingkat kota madya Pekanbaru yang barangkali dapat
dikatakan sukses di dalam penyelenggaraan FLS2N tahun 2012 ini. Walaupun kekurangan
juga terjadi di sana sini yang dapat dijadikan bahan evaluasi dan instrospeksi
untuk kebaikan mendatang. Dan, tentunya ini semua merupakan kodratik manusia, as human being nothing perfect konon
katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar