oleh: armand rambah




music is a science and an art

Selasa, 22 September 2015

FESTIVAL NASIONAL MUSIK TRADISI REMAJA (FNMTR) 2015



Pemerintah Provinsi Riau lewat Dinas Pendidikan dan Kebudayaannya mendelegasikan Sanggar Pandan Wangi yang merupakan binaan dari SD 36 yang berada di kota Pekanbaru. Pendelegasian ini dilakukan dengan menunjuk secara langsung sanggar tersebut, walaupun sebaiknya mestilah dilakukan seleksi terlebih dahulu. Namun hal ini tidak dapat dilakukan dengan berbagai alasan yang acap kali terjadi pada persoalan ini, yaitu persoalan pendanaan yang tidak teralokasikan sebelumnya. Sesungguhnya kegiatan ini sudah dilakukan beberapa tahun sebelumnya dengan bentuk yang sama, dan pemerintah Riau tahu akan hal itu. Intinya, pemerintah Provinsi Riau tidak satu rupiah pun dapat memberikan dana bantuan bagi kontingen ini yang nota bene menjadi duta Riau dalam festival ini. Untung sajalah pihak panitia, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pusat memberikan dana produksi sebanyak Rp.15.000.000 dengan potong pajak. Begitulah realitas yang ada.
Anis Baswedan selaku menteri Pendidikan dan Kebudayaan secara resmi membuka helat tersebut pada tanggal 6 Agustus 2015. Dalam kesempatan tersebut, beliau sangat jelas mengatakan bahwasanya generasi muda Indonesia sejatinya sangat memerlukan satu hal yang ada di dalam kehidupan ini yaitu olah rasa. Hal ini tentu dapat kita sandingkan sebagaimana yang terjadi pada bidang lainnya yaitu olah raga. Manusia tidak hanya butuh sehat jasmani saja, namun di sisi lain juga memerlukan sehat rohani di mana hal ini bisa didapat melalui olah rasa dengan media belajar seni pada peserta didik. Di mana pada tingkat ini sangat representatif untuk membina serta membekali mereka dengan pendidikan seni sebagai penopang sensitivitas mereka di dalam menjalani kehidupan ini.
Pada kesempatan kali ini, pihak panitia menyelenggarakan kegiatan ini di pelataran musium Fatahillah, yang mana musium ini berada di Kota Tua yang ada di daerah Ibu Kota Jakarta. Dapat dikatakan tempat penyelenggaraan tersebut sangat representatif untuk sebuah pertunjukan musik yang sifatnya outdoor. Di mana ruang untuk penonton sangat luas dan dapat diakses dari berbagai penjuru yang ada. Di tambah lagi dengan cuaca yang sangat bersahabat di kala itu tidak musim hujan. Hanya beberapa kali sajalah hujan turun dan itupun hanya gerimis saja. Intinya, tempat dan situasi pagelaran seni musik ini dapatlah dikatakan layak bagi suatu pertunjukan musik yang secara langsung dapat disaksikan oleh banyak orang. Ditambah lagi dengan sistem suara dan pencahayaan yang memadai, namun masih terjadi persoalan yang dari dulu itu-itu saja di dalam pertunjukan musik yang dilakukan secara langsung. Persoalan mendasarnya adalah masih terjadinya ketidakjelasan dan ketidakseimbangan suara dari masing-masing instrumen yang dimainkan. Konkretnya, kualitas tata suara antara waktu sound check dan penampilan, berbeda. 
Untuk festival kali ini, setiap propinsi hanya dapat mengirim 10 orang saja peserta yang ditanggung oleh pihak panitia pusat. Adapun hal-hal yang ditanggung oleh panitia pusat di antaranya transfortasi pulang dan pergi dari daerah masing-masing, transfortasi lokal, hotel, dan konsumsi selama helat ini berlangsung. Namun bilamana kontingen lebih dari 10 orang, tentu hal ini menjadi tanggung jawab dari masing-masing daerah. Terkait dengan persoalan ini, kontingen dari Riau adalah sebanyak 10 orang pemain musik dan 4 orang pedamping. Dengan demikian biaya untuk 4 orang pedamping dibebankan kepada uang produksi yang diberikan oleh panitia pusat dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan kebudayaan Indonesia. Walaupun sebelumnya Dinas Pendidikan Riau, sempat menjanjikan untuk menanggung biaya di luar dari yang sudah ditanggung oleh pihak panitia pusat. Namun sekali lagi, realitasnya tidak ada.
Bila ditengok dana penyelenggaraan kegiatan ini semulanya dari  Rp. 3.144.100.000,00 namun yang terealisasi menjadi 2.645.905.000,00 (sumber dari LPSE kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia 2015) sangatlah memadai dan pantas untuk mengakomodir peserta yang jumlahnya 10 orang kali 34 propinsi yang ada di Indonesia ini.
Mencermati konsep karya yang disajikan dalam FNMTR 2015 ini adalah konsep musik yang mengacu pada idiom-idiom lokal yang ada di setiap dearah. Misalnya Riau dengan tradisi musik Melayunya, Sumatera Utara dengan tradisi musik Melayu dan Bataknya, Sumatera Barat dengan tradisi musik Minangnya, Jawa dengan tradisi musik Jawanya dan lain sebagainya. Dari kekayaan lokal tersebut muncul ide-ide baru di dalam karya-karya musik yang disajikan dalam festival ini. Artinya, harapan ataupun tujuan yang hendak dicapai dari helat ini salah satu di antaranya adalah lahirnya karya (komposisi) dan pengkarya (komposer) musik yang baru dalam bingkai kekinian.
Bila disimak dari penampilan yang ada, tentu masih banyak yang belum mencapai target sebagaimana yang diharapkan. Namun tidak sedikit juga kelompok musik yang sudah dapat dikategorikan sudah memenuhi standar dari konsep kreativitas yang atmosfirnya dalam konteks kekinian. Tentu dalam hal ini diperlukan perlakuan yang kontinyu agar proses kreativitas di dalam penciptaan musik yang berangkat dari idiom-idiom lokal itu tidak tercerabut dan terpisah dari akar tunggang di mana kesenian itu berada, namun tetap dalam konteks kekinian agar tidak ditinggalkan oleh zamannya. Tentu hal ini memerlukan bimbingan yang berkelanjutan yang juga dapat dilakukan oleh pihak kementerian yang bersangkutan, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Penting untuk diingat, bahwasanya menanamkan nilai-nilai budaya tersebut sangat representatif diberikan atau ditanamkan sedini mungkin pada peserta didik. Dan, itu berada di lingkungan sekolah. 
Akhir dari kegiatan tersebut, pihak panitia menetapkan pemenang dalam bentuk non-ranking, yang ditetapkan hanya enam besar yang masuk ke dalam kategori dianggap layak untuk sebagai pemenang. Tentulah alasan pemilihan non-ranking ini dapat dimaklumi dan tidak menjadi persoalan dengan alasan penilaian terhadap karya seni sangat susah ditentukan dari sudut pandang yang berbeda dari seni itu sendiri. Mengingat banyaknya ragam seni budaya yang terdapat di berbagai daerah yang ada di Indonesia ini. Hal penting dari kegiatan ini sesungguhnya adalah wujudnya seni dan seniman musik baru yang berkualitas yang berpaksi pada kearifan lokal yang ada. Dengan demikian posisi tawar dari seni budaya kita dapat dipertanggungjawabkan. Semoga…