Oleh: Armand Rambah
Terakhir tahun 2011 kegiatan ini
diselenggarakan, Sekolah Musik Mutiara kembali menaja helat yang sama. Sekolah
Musik Mutiara adalah salah satu wadah pendidikan musik non formal di mana Fanny
Soufina, yang merupakan alumni dari Akademi Kesenian Melayu Riau, sebagai
pemiliknya. Kegiatan ini diselenggarakan pada tanggal 31 Mei 2015 di salah satu
hotel berbintang yang ada di Pekanbaru. Dimulai dari jam 8.00 WIB dan berakhir sampai
dengan jam 22.00 WIB.
Pada kegiatan ini, pihak panitia
menghadirkan dewan juri untuk kompetisi paino sebanyak tiga orang. Di mana dua
orang berasal dari luar Propinsi Riau, yaitu dari Jakarta dan Surabaya.
Sedangkan satu orang lagi adalah penulis sendiri yang didaulat untuk jadi juri
pada kompetisi piano ini. Selain juri piano, ada juga juri untuk kompetisi
violin yang terdiri dari dua orang saja. Salah seorang di antaranya didatangkan
dari Padangpanjang dan seorangnya lagi dari Pekanbaru sendiri.
Bila dilihat dari jumlah peserta
yang ikut dalam kompetesi ini, dapatlah dikatakan pihak panitia cukup berhasil
di dalam menyelenggarakannya. Tidak kurang dari 200 orang lebih peserta yang
datang dari berbagai daerah untuk mengikuti kompetisi ini, misalnya dari Tanjung
Pinang, Padang, Dumai, Jambi dan dari Pekanbaru sendiri sebagai tuan rumah.
Kompetisi ini terdiri dari
berbagai kategori, yaitu tingkat basic,
elementary, dan advanced. Setiap kategori inipun dibagi lagi dengan menyesuaikannya
pada tingkat usia peserta. Artinya, pada kompetisi ini pihak panitia telah
melakukan klasifikasi peserta yang disesuaikan dengan tingkat usianya agar
lomba tersebut berlangsung dengan adil (fair
play).
Sisi lain yang perlu juga
dicermati adalah terciptanya ruang yang dapat memberikan stimulasi akan minat
anak muda untuk lebih lagi mencintai musik, khususnya musik klasik. Hal ini
perlu dicermati dan dipahami sebagai menu lain dari pagelaran musik yang sudah
ada, misalnya pertunjukan musik Melayu, pop, rock, jazz, dangdut, dan lain
sebagainya.
Sebagaimana kita ketahui,
khususnya di Pekanbaru, posisi musik klasik adalah yang paling minim peminat bila
dibandingkan dengan jenis musik lainnya. Sementara secara teknik dan gramatika
musik, ianya dapat dikatakan sudah mapan untuk dijadikan metode dan materi belajar
musik. Jadi tidak ada salahnya bilamana genre musik ini juga tumbuh dan
berkembang seiring dengan jenis musik lainnya yang telah ada.
Bila dilihat dari peserta yang
ikut, tentu harapan bagi putra-putri Riau khususnya, Indonesia umumnya, di
dalam mengembangkan bakatnya pada bidang musik, khususnya musik klasik yang
notabene juga sudah merupakan milik dunia. Musik klasik Barat tidak dapat lagi
dikatakan hanya milik bangsa-bangsa yang ada di Barat sana, namun ianya juga
sudah menjadi milik semua bangsa-bangsa yang ada di dunia ini.
Bahkan beberapa negara di Asia justru
memberlakukan musik Barat sama pentingnya dengan musik muatan lokal mereka.
Sebut saja Negara Jepang, Pilipina, Korea, bahkan China sekalipun yang
merupakan salah satu negara dengan peradaban tertuanya, juga melakukan hal yang
sama. Hal ini dibuktikan banyaknya pemain musik klasik yang berasal dari negeri
tirai bambu terebut. Misalnya dua pianis terkenal dunia yaitu Lang Lang,Yuja
Wang dan salah seorang komposer terkenal dunia, yaitu Tan Dun yang banyak
karyanya berangkat dari ide lokal China dengan medium musik Barat. Tentu hal
ini adalah suatu keniscayaan juga bagi kita di dalam membangun peradaban yang
lebih baik di bidang musik ke depannya. Mudah-mudahan…