oleh: armand rambah




music is a science and an art

Selasa, 07 April 2015

LOMBA CIPTA LAGU DI FLS2N 2015 KOTA PEKANBARU

Tepat pada hari Selasa tanggal 7 April 2015 di salah satu hotel berbintang di Pekanbaru dilaksanakan Lomba Cipta Lagu yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Madya Pekanbaru. Kegiatan ini sebetulnya merupakan salah satu dari beberapa cabang lomba yang diadakan pada Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) yang rutin dilakukan untuk setiap tahunnya. Secara nasional kegiatan ini juga dilakukan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, walaupun percabangan seni yang dilombakan terkadang tidak persis sama apa yang dilombakan di tingkat daerah. Baik itu di tingkat kabupaten/kota, maupun di tingkat provinsi.

Pada Lomba Cipta Lagu ini, panitia hanya menyelenggarakan untuk tingkat SD dan SMP saja. Untuk tingkat SD, pesertanya hanya diikuti oleh empat sekolah. Sedangkan tingkat SMP, pesertanya diikuti oleh tigabelas sekolah. Kalau ditengok dari jumlah peserta yang ikut, tentulah kondisi ini sangat tidak sesuai dengan jumlah sekolah yang sesungguhnya ada di Kota Pekanbaru ini. Fenomena ini tentu sangat tidak baik bagi keberadaan sekaligus perkembangan dari seni musik itu sendiri. Berbagai persoalan pastilah dapat menjadikan penyebab dari kondisi yang sedikit memperihatinkan ini terjadi. Tentu persoalan ini sangat kompleks bila dibicarakan dalam ruang yang terbatas ini. Namun satu hal yang pasti adalah, minimnya pembinaan bagi siswa sekolah dasar dan menengah terhadap pendidikan musik yang berorientasi untuk mengembangkan kemampuan berkarya-cipta mereka.

Bila dicermati dari beberapa karya yang diciptakan, persoalan orisinalitas dari masing-masing karya ini menjadi masalah yang harus dipertanyakan. Setidaknya ada tiga indikasi yang dapat dilihat dalam konteks ini, di antaranya: 1) bahasa yang digunakan dalam lirik lagu terkesan tidak sesuai dengan usia peserta didik pada tingkat sekolah dasar maupun menengah; 2) bentuk notasi yang diciptakan tidak dapat dipertanggungjawabkan manakala dilakukan beberapa pertanyaan; 3) tidak sesuainya notasi lagu yang dituliskan dengan yang dinyanyikan.

Dari beberapa hal di atas, sesungguhnya yang perlu dilakukan adalah proses pembinaan sedari dini bagi siswa-siswi untuk membiasakan diri mereka di dalam proses berkarya-cipta. Akan tidak mungkin dalam proses berkesenian apapun bidangnya, dilakukan dengan cara instan dan mendadak. Kesenian memerlukan proses yang konsisten dan berkesinambungan. Dalam konteks ini peran serta dari guru pembimbing sangatlah menentukah kualitas dari anak bimbingannya. Tentulah guru pembimbing yang dimaksudkan di sini adalah guru pembimbing yang memahami dan berkualitas tentang persoalan berkarya-cipta tentang seni musik tersebut.
 
Sebagai penutup, setidaknya ada dua saran untuk pihak penyelenggara, dalam hal ini yaitu Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pekanbaru untuk pelaksanaan tahun-tahun mendatang, yaitu: 1) merencanakan sekaligus melaksanakan proses bimbingan atau workshop tentang karya-cipta lagu bagi siswa-siswi sekolah dasar dan menengah jauh hari sebelum lomba dilaksanakan; 2) merevisi panduan teknis tentang Lomba Cipta Lagu, di antaranya adalah lagu dapat dinyanyikan oleh orang lain selain dari pengkarya. Hal ini dimaksudkan agar lagu tersebut tersajikan dengan baik, mengingat yang dinilai adalah karya-cipta lagunya (pencipta) bukan cara menyanyikannya (penyanyi).

Senin, 06 April 2015

Minimnya Ruang Apresiasi Musik Seni di Pekanbaru

Melihat fenomena musik yang terjadi dewasa ini khususnya di Riau, terkhusus lagi di Pekanbaru, setidaknya kita dapat mengambil kesimpulan sementara. Adapun hipotesis tersebut yaitu minimnya kegiatan musik yang berorientasi pada wilayah apresiasi. Kecenderungan kegiatan musik yang ada hanya pada tataran hiburan belaka. Hal ini barangkali disebabkan oleh belum satunya paradigma musik yang dimiliki oleh para pelaku seni musik itu sendiri.  Musik masih dianggap hanya sebagai pelipur lara atau hanya sebagai suara latar di kala waktu senggang. Tentu banyak lagi penyebab yang dapat diuraikan sehingga fenomena ini masih terjadi sampai detik ini.

Dalam konteks kekinian, musik tentu tidak lagi bisa dianggap hanya sekedarnya saja. Musik mestilah didekati dengan  ilmu pengetuhuan yang gayut dengan musik itu sendiri dan ditambah dengan pengetahuan di luarnya. Untuk itu diperlukan ruang dialog yang bisa menstimulasi para pelaku seni musik, untuk lebih bertapak dan memiliki cara pandang yang up to date tentang musik itu sendiri. Dalam konteks ini, harus disadari bahwasanya berbagai disiplin ilmu di luar musik sudah sejak lama digunakan untuk membahas persoalan yang ada di musik. sebut saja misalnya disiplin ilmu antropologi, sosiologi, semiotik, psikologi dan lain sebagainya. Intinya, wacana musik sudah melintas ke berbagai percabangan ilmu lainnya yang ada di muka bumi ini.

Persoalah ini tentu merupakan tugas bersama dari para pemangku kepentingan di bidang musik khususnya di Riau, terkhusus lagi di Pekanbaru untuk mencarikan jalan keluar agar wacana tentang musik tersebut bermetamerfosis mengikuti zamannya. Hal ini tentu berdampak juga untuk perkembangan muatan lokal misalnya musik Melayu. Di mana nantinya lokal genius tersebut memiliki posisi tawar dalam menghadapi perkembangan global yang sangat kompetitif ini.  Semoga...